Selasa, 12 November 2013

Kutinggalkan separuh hatiku di Lembah Kasih

Judul trip ini adalah Menggalauwangi bersama Pelangi (Pekerja petualang sejati). Sekilas tentang Pelangi dari sudut pandangku. Pelangi adalah teman, sahabat, dan keluarga. Kami bertemu pertama kali dalam trip ke Switzerland of Java aka. Papandayan. Pelangi bukan hanya untuk kami yang pertama kali bertemu dan bergabung di Trip Papandayan. Pelangi merupakan media untuk siapa saja yang mau bergabung, baik pernah bertemu dalam trip mau pun tidak.
Tanggal 20 September 2013 merupakan tanggal keberangkatan kami dari Kp. Rambutan menuju Cibodas. Perjalanan kali ini ada yang kurang karena my travel mate tidak ikut. Mendadak sahabat saya Cika membatalkan perjalanan kali ini karena ada ujian dadakan. Padahal perjalanan kali ini merupakan latihan atau pemanasan kami sebelum perjalanan ke Mahameru (Puncak para dewa).
Aku berangkat bersama temanku bernama Septian (panggilan popo) menuju Kp. Rambutan. Alhamdullilah jam 10 malam kami sampai di meeting point, hampir saja terlambat. Meski terlambat juga pasti ditunggu karena yang pegang uang transport kan aku qeqe J. Jam setengah 11 kami mulai perjalanan menuju Cibodas. Dalam perjalanan ini, kami ditemani oleh bulan Purnama yang cantik. Aku berharap bisa melihat sejuta bintang dan bulan purnama yang cantik besok malam seperti melihat sejuta bintang dilangit Papandayan.
Pukul 00.43 WIB kami sampai di parkiran Cibodas, segera kami masuk kedalam warung Mang Idi 2 untuk beristirahat sejenak. Aku tidak bisa tidur untuk beristirahat mengisi energi yang telah terkuras. Kebiasaan yang tidak bisa hilang dariku, bila dalam perjalanan aku paling susah tidur (ribet cari tempat pewe aka nyaman). Noted : Lebih baik tidur untuk bisa mengisi tenaga meski tidak mengantuk lebih baik memaksakan diri untuk tidur.

Pendakian dimulai jam 6 pagi meski molor 1 jam dari jadwal tapi kami siap berjuang melewati segala rintangan yang ada. Keep fighting J. Cibodas tempat ini berbeda jauh sekali ketika aku pertama kali menginjakkan kaki disini. Yup 10 tahun lalu, tak terasa waktu telah berlalu sangat cepat. Sedikit bernapak tilas mengingat masa lalu ketika aku mengunjungi curug Cibeureum. Jalan dulu masih berupa tanah dan sedikit batu - batuan. Sekarang berubah menjadi tangga batu yang tersusun rapi. Sedangkan semak belukar yang dialiri oleh belerang kini berubah menjadi sebuah jembatan panjang.
Aku berada di posisi terakhir dari semua orang di team dan yang paling tidak kuat menanjak. Jujur pendakian kali ini merupakan pendakian kedua setelah Papandayan dan pendakian perdana menggunakan carrier. Aku ditemani oleh Solehah, Retno dan Mbah (Ardian). Pukul 13.30 WIB Akhirnya kami sampai di Kandang Badak. Beristirahat sejenak, makan siang dan mengisi tenaga. 
Entah jam berapa aku dan Solehah mulai mendaki kembali mungkin setengah 3 atau jam 3. Yang lainnya duluan sedangkan kira - kira 6-7 orang termasuk si Mbah berada dibelakangku. Mbah selalu berada di belakang karena dia menjadi Sweaper. (Makasih yah Mbah rela dibelakang nungguin yang lelet kayak saya :p). Alhamdullilah kami bertemu dengan Hariez dan Alif. Jujur track dari Kandang Badak menuju puncak Pangrango merupakan track yang melelahkan. Track pohon tumbang dan track PHP. Kenapa aku bilang PHP karena sempat kami bertemu dengan pohon - pohonan yang mulai kerdil (itu tanda bahwa kami mulai dekat dengan puncak) tapi tak lama berjalan pohonan mulai meninggi kembali.
Ditengah perjalanan kami bertemu dengan Fitrah. Fitrah pendaki hebat yang membuat aku takjub. Kenapa aku takjub karena dia bisa tidur selama 1 jam di atas pohon menunggu orang lain datang membawa makanan (Salut sama kamu Fit). Kamu pendaki hebat meski orang lain mengecilkan kamu atas tubuhmu yang gemuk tapi kamu orang yang selalu bisa mencapai puncak.
Setelah puas beristirahat kami melanjutkan perjalanan. Kali ini aku berada di depan dari Fitrah, Solehah, Alief dan Hariez. Aku sempat berteriak kepada yang lainnya "Membungkuk yah ada pohon tumbang". Tapi apa yang terjadi ketika aku berpikir aku telah melewati pohon tersebut aku malah kejedot dan terjatuh beberapa langkah dari tempatku semula. Ini membuat yang lainnya panik. Dan dengan sigap mereka membuka carrier yang aku gunakan dan memberikan aku ruang untuk beristirahat. Tiba - tiba leha memegang pahaku membuat aku hilang keseimbangan otomatis aku mencari pegangan. (Dan ini part yang lucu bila mengingat kejadian ini aku geli sendiri.) Sesuatu yang berada didekatku adalah Fitrah dan sesuatu yang dapat aku raih adalah celana yang digunakannya. Otomatis dia menarik celananya yang melorot karena aku tarik sambil bilang "Hey jangan tarik celana doang." Kontan hal ini membuat kami semua tertawa dan aku mulai merasa pulih meski masih berasa pusing. hingga akhirnya si Mbah datang. "Mbah, Intan jatuh nih. bawain carriernya mbah." Ucap lehah dan langsung aku potong "Tidak apa - apa leh ayo kita jalan". Aku tidak ingin menyusahkan siapa pun karena aku ingin berjuang melawan kelemahanku sendiri. Aku tidak ingin mengeluh hanya karena rasa pusing bekas kejedot tadi.
Hari mulai gelap dan cuaca mulai tak bersahabat. Sesekali terdengar geluduk yang menandakan akan hujan. Tiba - tiba kami bertemu Arco teman Anggie, dia kami temukan tengah berbaring sambil berselimut SB (Sleeping Bag). Sudah bisa ditebak dia mulai gejala hipo. Dengan cepat Alief memberikan Jaket dan tak lama si Mbah datang. Kami harus membuat keputusan yang cepat. Hari makin gelap dan mulai turun rintik - rintik hujan. Aku mulai kedinginan karena terlalu lama berhenti bergerak. Otomatis aku langsung mengambil kedua Jaketku untuk merasa hangat. Sementara Lehah dan Mbah mendirikan tenda darurat, aku diminta masak air. Selagi aku menunggu air matang, aku mulai kedinginan. Lama - lama dinginnya merasuk hingga tulangku. Dan aku hanya bisa melihat Mbah dan Lehah yang tengah mendirikan tenda di seberang tebing. Lama - lama aku merasakan dingin sekali, dan aku mulai menggigil. Tak ada satu pun orang di tebing yang aku duduki sadar aku mengigil dan sulit berucap.
Akhirnya si Mbah memanggil teman - teman wanita yang ada untuk masuk dalam tenda darurat yang dibuatnya. Untuk menghindari kami semua dari hujan yang mulai turun. Dan aku berusaha untuk memanggil si Mbah, aku ingin memberitahu dia bahwa ada yang tak beres dengan diriku. Tapi tak ada suara yang keluar dari mulutku. Hingga si Mbah sadar bahwa ada yang tak beres denganku. Dia menghampiriku "Ayo Tan masuk ketenda." Ucapnya. "Dinginnn..." Ucapku dengan sekuat tenaga yang tersisa. "Ayo cepat ketenda." Pintanya lagi. “Menggigil mbah, ngga bisa bergerak.” Ucapku sekuat tenaga dengan kekesalan atas diri sendiri yang tidak bisa melawan kelemahan tubuhku. “Ayo dipaksa” Ucap si Mbah dan disini pandanganku mulai kabur. Aku memaksakan diriku sendiri dan menjatuhkan tubuhku dari tebing satu dan meraih tebing tempat tenda berdiri. Aku hanya bisa merangkak “Maaf yah sob Jaketnya pasti kotor dibuat merangkak” Pikirku dalam hati. Dan untuk mencapai tebing satunya lagi aku di bantu oleh pendaki lain untuk naik karena aku benar – benar telah kehabisan tenaga. Hingga masuk ke dalam tenda pun aku merangkak hingga menitikkan air mata karena kesal dengan diri sendiri.
Disana aku disambut oleh Solehah dan beberapa teman wanita dalam team perjalanan ini. Segera aku diselimuti dengan hipotermia blanket dan 2 SB. Tapi dinginnya tak juga kunjung reda malah aku makin menggigil kedinginan. Solehah dengan kekhawatirannya mendekapku. Sementara yang lainnya sibuk memasak air. Dan si Mbah mencoba membuat tubuhku terbungkus rapi agar suhu tubuhku meningkat. Dan dia selalu mengajak aku berbicara dan memintaku untuk tak tidur. Aku agak kesulitan berbicara sejak tadi karena kedinginan yang aku alami tapi masih bisa terdengar dengan sisa tenaga yang ada. Rasa kantuk memang ada tapi aku tidak bisa tidur karena masih menjadi kebiasaanku. Aku masih beruntung mempunyai kebiasaan tersebut. Karena bila aku tertidur akan lebih beresiko. Air pun mendidih berbagai cara si Mbah dan yang lainnya lakukan untuk coba menghangatkan diriku. Mulai dari memegang panasnya trangia, tanganku dicelupkan kedalam air mendidih, minum air teh mendidih, memasukkan air panas ke dalam botol dan botol tersebut diletakkan dibawa telapak kakiku, menggosok tanganku, hingga memakai sarung tangan si mbah yang tebal. Tapi rasa dingin tersebut tak kunjung sirna hingga aku terpikir ekspedisi bromo ditengah malam yang dingin tanpa jaket orang – orang tersebut dapat bertahan dengan berdoa dan dzikir maka dengan itu aku agak duduk dan mulai berdzikir. Si Mbah mengajak aku berbicara “Jangan tidur tan.” Ucapnya dan aku hanya mengangguk dan kadang aku hanya berbicara “Iya”. Tapi tetap saja dia meledek karena aku komat kamit sendiri. Dan aku hanya bisa tersenyum. Setelah beberapa saat alhamdullilah panas tubuhku kembali dan aku sudah tidak mengigil lagi hanya menyisahkan rasa dingin karena hujan diluar dan  tenda agak sedikit rembes karena belum dipasang flysheet.
Karena aku merasa sudah lebih baik aku mengajak Mbah dan Solehah “Kita lanjutin perjalanan lagi yuk?” Tanyaku. Tapi ada keraguan dari Solehah dan dia mulai kedinginan. Dan teman – teman yang lain sudah mulai kelelahan. Maka keputusan pun diambil, kami camping darurat di jalur pendakian. Maaf yah kawan – kawan yang lewat. Sempat beberapa pendaki berucap “Hebat ngecamp dipinggir begini.” Aku hanya berucap dalam hati “Ini karena keadaan darurat kalo tidak juga kita tak akan mau.” Maka semua orang keluar tenda kecuali aku karena diluar gerimis dan aku tidak diperbolehkan keluar oleh si Mbah. Karena jadi kerepotan sendiri aku yang memaksa untuk keluar tenda meski sebentar saja dan dia mengijinkan. Dengan cepat dia merapikan tenda dan kami masuk kembali ke dalam tenda. Sementara Hariez, Alif, dan Fitrah memutuskan untuk terus melanjutkan pendakian yang tinggal sebentar lagi. Alhamdullilah mereka sampai dan dapat mengabarkan teman seteam kami yang lainnya bahwa kami semua baik – baik saja dan camping darurat di tengah jalur.
Entah jam berapa kami mulai tidur. Dan aku memeluk solehah yang kedinginan. Tasnya telah berada di lembah kasih karena dibawa oleh Mas Joe. Tiba – tiba terdengar suara dari tebing sebelah aku berpikir sudah jam setengah 5 pagi. Aku membangunkan si Mbah untuk melanjutkan menuju mandalawangi. Ternyata aku salah waktu itu masih jam 2 pagi. Dalam hati aku berkata “Buset lama banget”. Kami pun tidur kembali hingga datangnya pagi. Mentari kini mulai menyapa kami dari balik pepohonan dan kami mulai merapikan semuanya. Kami menitip carrier di tebing satunya karena Mas Arco memutuskan tidak melanjutkan perjalanan ke puncak.
Kami bersembilan melanjutkan menuju puncak Pangrango dan Mandalawangi. Dari tempat terakhir hanya butuh waktu sekitar 1 jam. Tapi karena aku mulai kehabisan tenaga dan semangat, tubuhku mulai banyak mengeluh sehingga si Mbah mensupportku terus menurus hingga dia menyerah membiarkan aku bernapas sedikit. Hingga akhirnya kami berada di puncak Pangrango dan melanjutkan turun ke Mandalawangi. Sampai Mandalawangi aku adalah orang yang paling senang dan berteriak “Mommy minta makan. Aku lapar.” Mungkin yang lainnya berpikir aku gila atau bagaimana aku sudah tidak berpikir itu lagi karena aku senang bisa bertemu dengan yang lainnya. Dan si Mbah berkata dengan Mommy aka Mba Ajeng “Akh yang pengen ngecamp disini kan aku.” Dalam diam aku berucap “Maaf yah mbah aku yang nyusahin koe. Sehingga koe tidak bisa ngecamp di Lembah Kasih. Aku berjanji insya Allah dilain kesempatan aku tidak akan menyusahkan siapa pun.”




Kami bersembilan pun makan dan beristirahat sambil menunggu yang lainnya berberes. Hardi menghampiriku “Ada susu ngga?” Tanyanya. Membuatku sempat bingung baru juga sampai uda ditodong aja. Untung aku membawanya meski hanya 2 sachet dan aku berikan kepada Hardi. Dan tak lama susu hangat pun datang. Dan sungguh nikmat sekali (Terima kasih Hardi). Yang lain sibuk foto sedangkan aku sibuk menatap keindahan Mandalawangi. Disini aku meninggalkan kepingan hatiku disaat kabut tipis turun perlahan di lembah kasih, lembah mandalawangi. Aku menyisahkan jejak kaki yang suatu saat –mungkin- akan aku tapaki kembali. Disinilah aku sadar mengapa lembah kasih begitu melegenda walau hanya sebentar aku berada disini. Ketenangan yang luar biasa kudapat disini. Tempat untuk menyepi, tempat terbaik untuk menyendiri dalam diam. 





Lagi asik masak malah di foto candid kerjaan Mas Joe
Perjalanan pun berlanjut, dari mandalawangi menuju camp darurat untuk beres – beres dan ambil carrier. Sampai di pertengahan jalan aku memutuskan menaikkan speed. Aku bersama Popo gas pool sampai Kandang Badak. Sampai Kandang Badak kami beristirahat dan makan siang. Jam 15.07 wib kami melanjutkan perjalanan, aku memutuskan untuk ngibrit bersama Popo karena aku menginginkan sampai pos pendaftaran sebelum Maghrib. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan Mas Joe, dahsyat manusia satu ini. Padahal aku sudah ngacir duluan tetap saja bisa disusul sama dia. Di air terjun cipanas sungguh disini ngerepotin banget deh. Aku harus berpegang tangan pada Popo dan Mas Joe karena aku tak dapat melihat karena embun. Makasih banget yah untuk kalian. Lalu karena aku tak ingin menghambat mas Joe yang cepat, aku memintanya untuk jalan duluan. Akhirnya dia pun mengalah padaku meninggalkan aku dan Popo berdua, tak ada beberapa menit aku jatuh terguling membuat ankle ku sakit. (Cedera ankle ini hingga sekarang belum pulih benar. Kakiku tidak bisa digunakan seperti semula hingga tulisan ini terbit.)
Aku melanjutkan perjalanan dengan speed yang sudah berkurang karena menahan sakit. Alhamdullilah aku sampai pos pendaftaran 18.17 wib.

Sedikit pelajaran yang aku petik dalam perjalanan kali ini dan semoga menjadi pelajaran juga bagi kalian semua sebagai berikut :
1.      Berjalan dengan focus, jangan terlalu mengkhawatirkan apa pun yang belum terjadi.
2.      Harus mengisi perut dengan karbohidrat yang baik contoh : Nasi, Roti, Kentang, dll
3.      Jangan berhenti terlalu lama. Saat kita hikking otomatis badan mengeluarkan keringat dan dalam keadaan baju basah, diudara dingin yang terbuka, dan berdiam terlalu lama bisa menyebabkan kedinginan yang berakibat Hipothermia
4.      Menggunakan supports untuk ankle dan knee dapat membantu agar tidak cedera.
5.      Beristirahat disaat ada waktu beristirahat untuk mengisi tenaga.

Big thanks to Mbah orang yang selalu sabar menghadapi orang lelet seperti aku. Orang yang merepotkan karena banyak mengeluh dan orang yang membuat kamu tidak bisa ngecamp di Mandalawangi. Big Thank to Solehah, makasih yang sista untuk pelukanmu, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, terima kasih selalu bersamaku sepanjang penjalanan ini. Terima kasih untuk Mommy, kamu orang pertama yang aku panggil ketika aku sampai Mandalawangi. Terima kasih untuk Popo, Mas Joe, Hardi, dan semua orang yang tidak bisa aku sebutkan satu – satu. Terima kasih karena kalian aku belajar banyak hal. Kalian semua hebat.