Judul trip ini adalah Menggalauwangi bersama Pelangi (Pekerja
petualang sejati). Sekilas tentang Pelangi dari sudut pandangku. Pelangi adalah
teman, sahabat, dan keluarga. Kami bertemu pertama kali dalam trip ke
Switzerland of Java aka. Papandayan. Pelangi bukan hanya untuk kami yang
pertama kali bertemu dan bergabung di Trip Papandayan. Pelangi merupakan media
untuk siapa saja yang mau bergabung, baik pernah bertemu dalam trip mau pun
tidak.
Tanggal 20 September 2013 merupakan tanggal keberangkatan
kami dari Kp. Rambutan menuju Cibodas. Perjalanan kali ini ada yang kurang
karena my travel mate tidak ikut. Mendadak sahabat saya Cika membatalkan
perjalanan kali ini karena ada ujian dadakan. Padahal perjalanan kali ini
merupakan latihan atau pemanasan kami sebelum perjalanan ke Mahameru (Puncak
para dewa).
Aku berangkat bersama temanku bernama Septian (panggilan
popo) menuju Kp. Rambutan. Alhamdullilah jam 10 malam kami sampai di meeting
point, hampir saja terlambat. Meski terlambat juga pasti ditunggu karena yang
pegang uang transport kan aku qeqe J. Jam setengah 11 kami mulai perjalanan menuju Cibodas.
Dalam perjalanan ini, kami ditemani oleh bulan Purnama yang cantik. Aku
berharap bisa melihat sejuta bintang dan bulan purnama yang cantik besok malam
seperti melihat sejuta bintang dilangit Papandayan.
Pukul 00.43 WIB kami sampai di parkiran Cibodas, segera
kami masuk kedalam warung Mang Idi 2 untuk beristirahat sejenak. Aku tidak bisa
tidur untuk beristirahat mengisi energi yang telah terkuras. Kebiasaan yang
tidak bisa hilang dariku, bila dalam perjalanan aku paling susah tidur (ribet
cari tempat pewe aka nyaman). Noted : Lebih baik tidur untuk bisa mengisi tenaga meski
tidak mengantuk lebih baik memaksakan diri untuk tidur.
Pendakian dimulai jam 6 pagi meski molor 1 jam dari jadwal
tapi kami siap berjuang melewati segala rintangan yang ada. Keep fighting
J. Cibodas tempat ini
berbeda jauh sekali ketika aku pertama kali menginjakkan kaki disini. Yup 10
tahun lalu, tak terasa waktu telah berlalu sangat cepat. Sedikit bernapak tilas
mengingat masa lalu ketika aku mengunjungi curug Cibeureum. Jalan dulu masih
berupa tanah dan sedikit batu - batuan. Sekarang berubah menjadi tangga batu
yang tersusun rapi. Sedangkan semak belukar yang dialiri oleh belerang kini
berubah menjadi sebuah jembatan panjang.
Aku berada di posisi terakhir dari semua orang di team dan
yang paling tidak kuat menanjak. Jujur pendakian kali ini merupakan pendakian
kedua setelah Papandayan dan pendakian perdana menggunakan carrier. Aku
ditemani oleh Solehah, Retno dan Mbah (Ardian). Pukul 13.30 WIB Akhirnya kami
sampai di Kandang Badak. Beristirahat sejenak, makan siang dan mengisi tenaga.
Entah jam berapa aku dan Solehah mulai mendaki kembali
mungkin setengah 3 atau jam 3. Yang lainnya duluan sedangkan kira - kira 6-7
orang termasuk si Mbah berada dibelakangku. Mbah selalu berada di belakang
karena dia menjadi Sweaper. (Makasih yah Mbah rela dibelakang nungguin yang
lelet kayak saya :p). Alhamdullilah kami bertemu dengan Hariez dan Alif. Jujur
track dari Kandang Badak menuju puncak Pangrango merupakan track yang
melelahkan. Track pohon tumbang dan track PHP. Kenapa aku bilang PHP karena
sempat kami bertemu dengan pohon - pohonan yang mulai kerdil (itu tanda bahwa
kami mulai dekat dengan puncak) tapi tak lama berjalan pohonan mulai meninggi
kembali.
Ditengah perjalanan kami bertemu dengan Fitrah. Fitrah
pendaki hebat yang membuat aku takjub. Kenapa aku takjub karena dia bisa tidur
selama 1 jam di atas pohon menunggu orang lain datang membawa makanan (Salut
sama kamu Fit). Kamu pendaki hebat meski orang lain mengecilkan kamu atas
tubuhmu yang gemuk tapi kamu orang yang selalu bisa mencapai puncak.
Setelah puas beristirahat kami melanjutkan perjalanan. Kali
ini aku berada di depan dari Fitrah, Solehah, Alief dan Hariez. Aku sempat
berteriak kepada yang lainnya "Membungkuk yah ada pohon tumbang".
Tapi apa yang terjadi ketika aku berpikir aku telah melewati pohon tersebut aku
malah kejedot dan terjatuh beberapa langkah dari tempatku semula. Ini membuat
yang lainnya panik. Dan dengan sigap mereka membuka carrier yang aku gunakan
dan memberikan aku ruang untuk beristirahat. Tiba - tiba leha memegang pahaku
membuat aku hilang keseimbangan otomatis aku mencari pegangan. (Dan ini part yang lucu bila mengingat kejadian ini aku
geli sendiri.) Sesuatu yang berada didekatku
adalah Fitrah dan sesuatu yang dapat aku raih adalah celana yang digunakannya.
Otomatis dia menarik celananya yang melorot karena aku tarik sambil bilang
"Hey jangan tarik celana doang." Kontan hal ini membuat kami semua
tertawa dan aku mulai merasa pulih meski masih berasa pusing. hingga akhirnya
si Mbah datang. "Mbah, Intan jatuh nih. bawain carriernya mbah." Ucap
lehah dan langsung aku potong "Tidak apa - apa leh ayo kita jalan".
Aku tidak ingin menyusahkan siapa pun karena aku ingin berjuang melawan
kelemahanku sendiri. Aku tidak ingin mengeluh hanya karena rasa pusing bekas
kejedot tadi.
Hari mulai gelap dan cuaca mulai tak bersahabat. Sesekali
terdengar geluduk yang menandakan akan hujan. Tiba - tiba kami bertemu Arco
teman Anggie, dia kami temukan tengah berbaring sambil berselimut SB (Sleeping
Bag). Sudah bisa ditebak dia mulai gejala hipo. Dengan cepat Alief memberikan
Jaket dan tak lama si Mbah datang. Kami harus membuat keputusan yang cepat.
Hari makin gelap dan mulai turun rintik - rintik hujan. Aku mulai kedinginan
karena terlalu lama berhenti bergerak. Otomatis aku langsung mengambil kedua
Jaketku untuk merasa hangat. Sementara Lehah dan Mbah mendirikan tenda darurat,
aku diminta masak air. Selagi aku menunggu air matang, aku mulai kedinginan.
Lama - lama dinginnya merasuk hingga tulangku. Dan aku hanya bisa melihat Mbah
dan Lehah yang tengah mendirikan tenda di seberang tebing. Lama - lama aku
merasakan dingin sekali, dan aku mulai menggigil. Tak ada satu pun orang di
tebing yang aku duduki sadar aku mengigil dan sulit berucap.
Akhirnya si Mbah memanggil teman - teman wanita yang ada
untuk masuk dalam tenda darurat yang dibuatnya. Untuk menghindari kami semua
dari hujan yang mulai turun. Dan aku berusaha untuk memanggil si Mbah, aku
ingin memberitahu dia bahwa ada yang tak beres dengan diriku. Tapi tak ada
suara yang keluar dari mulutku. Hingga si Mbah sadar bahwa ada yang tak beres
denganku. Dia menghampiriku "Ayo Tan masuk ketenda." Ucapnya. "Dinginnn..."
Ucapku dengan sekuat tenaga yang tersisa. "Ayo cepat ketenda."
Pintanya lagi. “Menggigil mbah, ngga bisa bergerak.” Ucapku sekuat tenaga dengan
kekesalan atas diri sendiri yang tidak bisa melawan kelemahan tubuhku. “Ayo
dipaksa” Ucap si Mbah dan disini pandanganku mulai kabur. Aku memaksakan diriku
sendiri dan menjatuhkan tubuhku dari tebing satu dan meraih tebing tempat tenda
berdiri. Aku hanya bisa merangkak “Maaf yah sob Jaketnya pasti kotor dibuat
merangkak” Pikirku dalam hati. Dan untuk mencapai tebing satunya lagi aku di
bantu oleh pendaki lain untuk naik karena aku benar – benar telah kehabisan
tenaga. Hingga masuk ke dalam tenda pun aku merangkak hingga menitikkan air
mata karena kesal dengan diri sendiri.
Disana aku disambut oleh Solehah dan beberapa teman wanita
dalam team perjalanan ini. Segera aku diselimuti dengan hipotermia blanket dan
2 SB. Tapi dinginnya tak juga kunjung reda malah aku makin menggigil
kedinginan. Solehah dengan kekhawatirannya mendekapku. Sementara yang lainnya
sibuk memasak air. Dan si Mbah mencoba membuat tubuhku terbungkus rapi agar
suhu tubuhku meningkat. Dan dia selalu mengajak aku berbicara dan memintaku
untuk tak tidur. Aku agak kesulitan berbicara sejak tadi karena kedinginan yang
aku alami tapi masih bisa terdengar dengan sisa tenaga yang ada. Rasa kantuk
memang ada tapi aku tidak bisa tidur karena masih menjadi kebiasaanku. Aku
masih beruntung mempunyai kebiasaan tersebut. Karena bila aku tertidur akan
lebih beresiko. Air pun mendidih berbagai cara si Mbah dan yang lainnya lakukan
untuk coba menghangatkan diriku. Mulai dari memegang panasnya trangia, tanganku
dicelupkan kedalam air mendidih, minum air teh mendidih, memasukkan air panas
ke dalam botol dan botol tersebut diletakkan dibawa telapak kakiku, menggosok
tanganku, hingga memakai sarung tangan si mbah yang tebal. Tapi rasa dingin
tersebut tak kunjung sirna hingga aku terpikir ekspedisi bromo ditengah malam
yang dingin tanpa jaket orang – orang tersebut dapat bertahan dengan berdoa dan
dzikir maka dengan itu aku agak duduk dan mulai berdzikir. Si Mbah mengajak aku
berbicara “Jangan tidur tan.” Ucapnya dan aku hanya mengangguk dan kadang aku
hanya berbicara “Iya”. Tapi tetap saja dia meledek karena aku komat kamit
sendiri. Dan aku hanya bisa tersenyum. Setelah beberapa saat alhamdullilah
panas tubuhku kembali dan aku sudah tidak mengigil lagi hanya menyisahkan rasa
dingin karena hujan diluar dan tenda
agak sedikit rembes karena belum dipasang flysheet.
Karena aku merasa sudah lebih baik aku mengajak Mbah dan
Solehah “Kita lanjutin perjalanan lagi yuk?” Tanyaku. Tapi ada keraguan dari
Solehah dan dia mulai kedinginan. Dan teman – teman yang lain sudah mulai
kelelahan. Maka keputusan pun diambil, kami camping darurat di jalur pendakian.
Maaf yah kawan – kawan yang lewat. Sempat beberapa pendaki berucap “Hebat
ngecamp dipinggir begini.” Aku hanya berucap dalam hati “Ini karena keadaan
darurat kalo tidak juga kita tak akan mau.” Maka semua orang keluar tenda
kecuali aku karena diluar gerimis dan aku tidak diperbolehkan keluar oleh si
Mbah. Karena jadi kerepotan sendiri aku yang memaksa untuk keluar tenda meski
sebentar saja dan dia mengijinkan. Dengan cepat dia merapikan tenda dan kami masuk
kembali ke dalam tenda. Sementara Hariez, Alif, dan Fitrah memutuskan untuk
terus melanjutkan pendakian yang tinggal sebentar lagi. Alhamdullilah mereka
sampai dan dapat mengabarkan teman seteam kami yang lainnya bahwa kami semua baik
– baik saja dan camping darurat di tengah jalur.
Entah jam berapa kami mulai tidur. Dan aku memeluk solehah
yang kedinginan. Tasnya telah berada di lembah kasih karena dibawa oleh Mas
Joe. Tiba – tiba terdengar suara dari tebing sebelah aku berpikir sudah jam
setengah 5 pagi. Aku membangunkan si Mbah untuk melanjutkan menuju
mandalawangi. Ternyata aku salah waktu itu masih jam 2 pagi. Dalam hati aku
berkata “Buset lama banget”. Kami pun tidur kembali hingga datangnya pagi.
Mentari kini mulai menyapa kami dari balik pepohonan dan kami mulai merapikan
semuanya. Kami menitip carrier di tebing satunya karena Mas Arco memutuskan
tidak melanjutkan perjalanan ke puncak.
Kami bersembilan melanjutkan menuju puncak Pangrango dan
Mandalawangi. Dari tempat terakhir hanya butuh waktu sekitar 1 jam. Tapi karena
aku mulai kehabisan tenaga dan semangat, tubuhku mulai banyak mengeluh sehingga
si Mbah mensupportku terus menurus hingga dia menyerah membiarkan aku bernapas
sedikit. Hingga akhirnya kami berada di puncak Pangrango dan melanjutkan turun
ke Mandalawangi. Sampai Mandalawangi aku adalah orang yang paling senang dan
berteriak “Mommy minta makan. Aku lapar.” Mungkin yang lainnya berpikir aku
gila atau bagaimana aku sudah tidak berpikir itu lagi karena aku senang bisa
bertemu dengan yang lainnya. Dan si Mbah berkata dengan Mommy aka Mba Ajeng “Akh
yang pengen ngecamp disini kan aku.” Dalam diam aku berucap “Maaf yah mbah aku
yang nyusahin koe. Sehingga koe tidak bisa ngecamp di Lembah Kasih. Aku
berjanji insya Allah dilain kesempatan aku tidak akan menyusahkan siapa pun.”
Kami bersembilan pun makan dan beristirahat sambil menunggu
yang lainnya berberes. Hardi menghampiriku “Ada susu ngga?” Tanyanya. Membuatku
sempat bingung baru juga sampai uda ditodong aja. Untung aku membawanya meski
hanya 2 sachet dan aku berikan kepada Hardi. Dan tak lama susu hangat pun
datang. Dan sungguh nikmat sekali (Terima kasih Hardi). Yang lain sibuk foto
sedangkan aku sibuk menatap keindahan Mandalawangi. Disini aku meninggalkan kepingan
hatiku disaat kabut tipis turun perlahan di lembah kasih, lembah mandalawangi.
Aku menyisahkan jejak kaki yang suatu saat –mungkin- akan aku tapaki kembali.
Disinilah aku sadar mengapa lembah kasih begitu melegenda walau hanya sebentar
aku berada disini. Ketenangan yang luar biasa kudapat disini. Tempat untuk
menyepi, tempat terbaik untuk menyendiri dalam diam.
|
Lagi asik masak malah di foto candid kerjaan Mas Joe |
Perjalanan pun berlanjut, dari mandalawangi menuju camp
darurat untuk beres – beres dan ambil carrier. Sampai di pertengahan jalan aku
memutuskan menaikkan speed. Aku bersama Popo gas pool sampai Kandang Badak.
Sampai Kandang Badak kami beristirahat dan makan siang. Jam 15.07 wib kami
melanjutkan perjalanan, aku memutuskan untuk ngibrit bersama Popo karena aku
menginginkan sampai pos pendaftaran sebelum Maghrib. Di tengah perjalanan aku
bertemu dengan Mas Joe, dahsyat manusia satu ini. Padahal aku sudah ngacir
duluan tetap saja bisa disusul sama dia. Di air terjun cipanas sungguh disini ngerepotin
banget deh. Aku harus berpegang tangan pada Popo dan Mas Joe karena aku tak
dapat melihat karena embun. Makasih banget yah untuk kalian. Lalu karena aku
tak ingin menghambat mas Joe yang cepat, aku memintanya untuk jalan duluan.
Akhirnya dia pun mengalah padaku meninggalkan aku dan Popo berdua, tak ada
beberapa menit aku jatuh terguling membuat ankle ku sakit. (Cedera ankle ini hingga sekarang belum pulih benar. Kakiku
tidak bisa digunakan seperti semula hingga tulisan ini terbit.)
Aku melanjutkan perjalanan dengan speed yang sudah
berkurang karena menahan sakit. Alhamdullilah aku sampai pos pendaftaran 18.17
wib.
Sedikit pelajaran yang aku petik dalam perjalanan kali ini
dan semoga menjadi pelajaran juga bagi kalian semua sebagai berikut :
1.
Berjalan dengan focus,
jangan terlalu mengkhawatirkan apa pun yang belum terjadi.
2.
Harus mengisi perut
dengan karbohidrat yang baik contoh : Nasi, Roti, Kentang, dll
3.
Jangan berhenti
terlalu lama. Saat kita hikking otomatis badan mengeluarkan keringat dan dalam
keadaan baju basah, diudara dingin yang terbuka, dan berdiam terlalu lama bisa
menyebabkan kedinginan yang berakibat Hipothermia
4.
Menggunakan supports untuk
ankle dan knee dapat membantu agar tidak cedera.
5.
Beristirahat disaat ada
waktu beristirahat untuk mengisi tenaga.
Big thanks to Mbah orang yang selalu sabar menghadapi orang
lelet seperti aku. Orang yang merepotkan karena banyak mengeluh dan orang yang
membuat kamu tidak bisa ngecamp di Mandalawangi. Big Thank to Solehah, makasih
yang sista untuk pelukanmu, terima kasih sudah mengkhawatirkan aku, terima
kasih selalu bersamaku sepanjang penjalanan ini. Terima kasih untuk Mommy, kamu
orang pertama yang aku panggil ketika aku sampai Mandalawangi. Terima kasih untuk
Popo, Mas Joe, Hardi, dan semua orang yang tidak bisa aku sebutkan satu – satu.
Terima kasih karena kalian aku belajar banyak hal. Kalian semua hebat.